Saat Perang Jawa berakhir pada tahun 1830, Kerajaan Belanda berada di ujung jurang kebangkrutan. Hal ini terjadi karena biaya yang harus dikeluarkan Kerajaan Belanda selama Perang Jawa berlangsung (1825-1830) sangatlah besar, yaitu sekitar 20 juta Golden. Belum lagi Belanda pada saat itu masih harus menghadapi Perang Padri yang belum usai dan Revolusi Belgia yang meletus pada tahun yang sama semakin merugikan Kerajaan Belanda. Alhasil kas Kerajaan Belanda mengalami kekosongan, sementara utang Kerajaan Belanda pun semakin menumpuk. Krisis yang dialami Kerajaan Belanda inilah yang membuat Raja William I selama Perang Jawa berlangsung memerintahkan agar Jawa dieksploitasi menjadi sumber pemasukan Kerajaan Belanda. Namun, tidak ada satu usulan pun yang dianggap dapat menutupi kerugian yang dialami Kerajaan Belanda pasca Perang Jawa usai.
Raja William I kemudian memanggil Johannes van den Bosch pada tahun 1828 untuk mengatasi krisis ekonomi Kerajaan Belanda. Johannes diangkat menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru dengan misi besar mengeksploitasi Jawa demi menyelamatkan Kerajaan Belanda dari kebangkrutan. Pada bulan Januari 1830, Johannes pun tiba di Hindia Belanda dengan membawa rancangan kebijakan yang disebut Cultuurstelsel (Sistem Kultivasi). Melalui rancangan kebijakan buatannya, Johannes berniat menghapus sistem kebijakan liberal buatan Raffles yang bertumpu pada pajak tanah dan sewa tanah, yang dianggapnya menyengsarakan masyarakat Hindia Belanda dengan sistem pajak berupa uang, menjadi hasil tanaman laku ekspor dan sistem kerja.
Sistem Kultivasi rancangan Johannes van den Bosch memiliki aturan sebagai berikut:
Namun, pada praktiknya, Sistem Kultivasi rancangan Johannes ini mengalami banyak penyimpangan dan malah membuat masyarakat Hindia Belanda semakin sengsara, sehingga para sejarawan menyebutnya sebagai Sistem Tanam Paksa (Enforcing Planting). Seluruh wilayah pertanian pada akhirnya wajib ditanami tanaman laku ekspor dan para petani yang tidak memiliki tanah dipaksa bekerja selama setahun penuh. Sementara dalam proses panen, pemerintah Hindia Belanda sama sekali tidak mengembalikan kelebihan hasil panen dan kegagalan panen tetap menjadi tanggung jawab para petani. Ironisnya, berbagai penyimpangan ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda saja, tetapi juga oleh para bupati dan pejabat desa yang bertugas mengawasi pelaksanaan Tanam Paksa. Mereka sengaja melakukan penyimpangan demi mendapatkan bonus persentase penjualan tanaman ekspor, yang pada akhirnya menimbulkan kemiskinan terstruktur di Hindia Belanda.
Berbagai penyimpangan ini membuat Johannes berhasil memenuhi misi besar yang diembannya. Kerajaan Belanda dapat membayar semua hutang mereka dan dapat mengisi kembali kas kerajaan dari keuntungan raksasa yang dihasilkan Sistem Tanam Paksa. Tercatat sejak 10 tahun Sistem Tanam Paksa diterapkan, Kerajaan Belanda berhasil menaikkan rata-rata ekspor Hindia Belanda sebesar 14%. Bila ditotalkan, selama empat dekade, Sistem Tanam Paksa tercatat menyumbang sebesar 800 juta Golden pada kas Kerajaan Belanda. Berkat jasanya ini, Johannes gelar Graaf oleh raja Belanda pada tahun 1839.
Jumlah jam kerja yang tidak manusiawi pada masa Tanam Paksa berlangsung membuat para petani semakin sibuk mengurus tanaman laku ekspor milik pemerintah Hindia Belanda dan membuat mereka tidak memiliki waktu untuk mengurus lahan padi mereka sendiri. Padahal mereka menanam padi untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Akibatnya, terjadilah wabah kelaparan di Hindia Belanda. Banyak petani yang akhirnya tewas karena kelaparan dan kelelahan akibat kerja paksa.
Gejala kelaparan yang melanda Hindia-Belanda ini kemudian membuat Sistem Tanam Paksa buatan Johannes mendapatkan kritik dari golongan liberal dan golongan humanis. Mereka mengkritik Kerajaan Belanda telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputera dan menuntut agar Sistem Tanam Paksa dihentikan. Kritik-kritik yang dilancarkan mereka akhirnya didengar oleh Kerajaan Belanda. Sistem Tanam Paksa akhirnya dihapus pada tahun 1870 dan diganti dengan kebijakan baru, yang dinamakan Politik Etis (Ethische Politic) atau yang dikenal juga sebagai Politik Balas Budi.
Sistem Tanam Paksa ini serem banget, ya, Temen-Temen. Makanya, walau sekarang kita semua belum bisa beraktivitas seperti biasa gara-gara pandemik virus korona, kalian tetep harus rajin belajar, ya, Temen-Temen. Biar negara kita bebas dan aman dari penjajahan negara lain. Nah, biar kalian gak bosen selama belajar di rumah, Pahamify yang selalu setia nemenin kalian belajar ini, ngasih kalian akses gratis, loh, Temen-Temen. Dari tanggal 30 Maret 2020 sampai 31 Mei 2020, kalian bebas mengakses semua konten yang ada di aplikasi Pahamify.
Caranya gampang banget! Kalian tinggal unduh aplikasi Pahamify di Google Play atau App Store di HP kalian, trus kalian bisa belajar seru bareng Pahamify, deh.