Pahamifren pernah main ke Prasasti Ciaruteun, belum? Kalau pernah, kamu pasti tahu jika di prasasti itu ada bekas telapak kaki dan tulisan mengenai sejarah Kerajaan Tarumanegara kan? Prasasti Ciaruteun menjadi salah satu bukti berdirinya kerajaan-kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu-Budha lho.
Nah, biar kamu makin paham, pada materi Sejarah Wajib Kelas 10 ini, Mipi mau mengajak kamu mengenal Indonesia pada masa Hindu-Budha. Tepatnya mengulas kembali sejarah kerajaan Tarumanegara, seperti apa kehidupan politik dan sosialnya? Simak artikel ini sampai selesai ya, Pahamifren.
Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara
Dalam catatan sejarah, kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu tertua ke-2 di Indonesia. Kerajaan ini didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358–382 Masehi di tepi sungai Citarum, yang sekarang masuk ke wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Raja Jayasingawarman adalah seorang maharesi atau pendeta yang berasal dari India, tepatnya dari daerah Salankayana. Raja Jayasingawarman mengungsi ke nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Kerajaan Magadha.
Saat tiba di Jawa Barat, Raja Jayasingawarman meminta izin kepada Raja Dewawarman VIII, raja Kerajaan Salakanagara yang berkuasa masa itu, untuk membuka pemukiman baru. Setelah mendapatkan persetujuan, Raja Jayasingawarman pun membangun Kerajaan Tarumanegara.
Nama tersebut berasal dari dua kata, yaitu “Taruma” dan “Nagara”. “Nagara” memiliki arti kerajaan atau negara, sementara “Taruma” atau “Nila” diambil dari nama sungai Citarum yang membelah Jawa Barat. Disesuaikan dengan letak kerajaan Tarumanegara berada di tepi sungai Citarum.
Kehidupan sosial dan politik kerajaan Tarumanegara terbilang maju. Hal ini terlihat dari daerah kekuasaannya yang sangat luas. Daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara meliputi Banten sampai Cirebon. Sejak berdiri, Kerajaan Tarumanegara mengalami masa kejayaan sebanyak 3 generasi. Kerajaan Tarumanegara mengalami masa keemasan saat dipimpin oleh Raja Tarumanegara ke-3, yaitu Raja Purnawarman.
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara ini pernah tercatat dalam berita dari kerajaan Tiongkok. Dalam berita tersebut, dikatakan bahwa Kerajaan To-Lo-Mo atau Tarumanegara pernah mengirimkan utusan mereka ke Tiongkok pada tahun 528, 538, dan 666 Masehi untuk kunjungan persahabatan. Kabar lainnya mengenai Kerajaan Tarumanegara datang dari Gunawarman, seorang pendeta dari Kashmir yang mengatakan bahwa agama yang dianut rakyat Tarumanegara adalah Hindu.
Raja Jayasingawarman meninggal dan dimakamkan di tepi sungai di Bekasi, tepatnya di Kali Gomati. Setelah itu, takhta kerajaan digantikan oleh putera Raja Jayasinghawarman, yaitu Dharmawarman.
Raja Dharmawarman memerintah pada tahun 382–395 Masehi. Sayangnya, tidak ada banyak catatan mengenai raja kedua Kerajaan Tarumanegara ini. Namanya hanya tercantum di Naskah Wangsakerta, yang menceritakan mengenai kisah kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Puncak Kejayaan
Nama raja dari Kerajaan Tarumanegara lainnya yang tercatat dalam Naskah Wangsakerta adalah Raja Purnawarman. Raja Purnawarman memerintah Kerajaan Tarumanegara dari tahun 395–434 Masehi.
Ia bergelar Sri Maharaja Purnwarman Sang Iswara Digwijaya Bhima Prakarma Suryamaha Purasa Jagatpati. Kerajaan Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya saat dipimpin oleh Raja Purnawarman.
Dalam sejarah kerajaan Tarumanegara tertulis, kemasyuran kerajaan ini diabadikan dalam Prasasti zaman Purnawarman mengenai dibangunnya pelabuhan dan beberapa sungai sebagai sarana perekonomian. Pada masa pemerintahan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga memperluas kekuasaan dengan menaklukkan raja-raja kecil di Jawa Barat.
Selain itu, pemerintahan di masa Purnawarman sangat memperhatikan pemeliharaan aliran sungai. Seperti pada tahun 410 Masehi, Raja Purnawarman memperbaiki Kali Gangga hingga Sungai Cisuba yang terletak di daerah Cirebon. Selain itu, di tahun 334 Saka atau 421 Masehi, Purnawarman memperindah daerah aliran Sungai Cupu yang mengalir hingga istana raja.
Bahkan di tahun 335 Saka atau 413 Masehi, Purnawarman memerintahkan membangun Sungai Sarasah atau Sungai Manuk Rawa atau sekarang lebih dikenal dengan Sungai Cimanuk. Ia juga memperbaiki alur Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga, yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Rajadirajaguru, kakeknya di tahun 339 Saka atau 417 Masehi.
Sungai Gomati dan Sungai Candrabaga sendiri menurut para ahli, dikenal sebagai Sungai Bekasi sekarang. Terakhir, pada tahun 341 Saka atau 419 Masehi, ia juga memerintahkan untuk memperdalam Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar di wilayah Kerajaan Tarumanegara.
Ternyata perhatian Raja Purnawarman terhadap sungai-sungai ini membawa dampak positif. Di antaranya, keberadaan sungai-sungai ini dapat memperteguh daerah-daerah yang dibangun sebagai daerah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.
Perlu Pahamifren ketahui, sungai pada masa itu berperan penting sebagai sarana perekonomian. Secara tidak langsung, pembangunan sungai-sungai yang dilakukan oleh Raja Purnawarman bisa membangkitkan perekonomian pertanian dan perdagangan pada saat itu.
Pasca Kepemimpinan Raja Purnawarman
Setelah Raja Purnawarman bertahta, ada beberapa nama raja lain seperti Wisnuwarman yang berkuasa di tahun 434–455 Masehi. Raja Wisnuwarman kemudian digantikan anak beliau, yang bernama Indrawarman pada tahun 455–515 Masehi. Setelah Raja Indrawarman turun tahta, Raja Candrawarman menggantikannya pada tahun 515–535 Masehi, lalu dilanjutkan oleh Raja Suryawarman pada tahun 535–561 Masehi.
Sepeninggal Raja Suryawarman, raja-raja kerajaan Tarumanegara berturut-turut adalah Raja Kertawarman (561–628 Masehi), Raja Sudhawarman (628–639 Masehi), Raja Hariwangsawarman (639–640 Masehi), Raja Nagajayawarman (640–666 Masehi), hingga raja terakhirnya adalah Raja Linggawarman, yang berkuasa dari tahun 666–669 Masehi.
Saat itu, Raja Linggawarman tidak memiliki putera. Ia hanya memiliki dua orang puteri. Puteri sulung Raja Linggawarman bernama Puteri Manasih. Puteri Manasih menikah dengan Tarusbawa yang kelak menggantikan Linggawarman menjadi raja. Sedangkan, puteri bungsu Raja Linggawarman bernama Puteri Sobakancana menikah dengan Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang kelak menjadi pendiri kerajaan terbesar di Indonesia, Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Mengenai Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Keberadaan Kerajaan Tarumanegara dapat dilihat dari 7 buah prasasti yang berkisah tentang sejarah kerajaan Tarumanegara. Sebagian besar prasasti-prasasti itu ditemukan di daerah Bogor dan penamaan 7 prasasti tersebut didasarkan pada lokasi penemuan masing-masing prasasti. Kita bahas satu-persatu, ya, Pahamifren.
Prasasti Ciaruteun
Pertama, ada Prasasti Ciaruteun. Pada prasasti ini terdapat gambar telapak kaki, lukisan laba-laba, dan huruf ikal melingkar. Prasasti Ciareuten ini berisi:
- Vikkrantasyavanipat eh
- Srimatah Purnnavarmmanah
- Tarumanagarendrasya
- Visnoriva Padadvayam
Arti dari tulisan tersebut adalah: “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara), ialah telapak yang mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, Raja yang gagah berani di dunia”.
Bekas telapak pada Prasasti Ciaruteun melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti. Disebutkan bahwa kedudukan Raja Purnawarman diibaratkan Dewa Wisnu, dewa dalam kepercayaan Hindu yang bertugas memelihara alam semesta. Artinya, Raja Purnawarman dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Penggunaan cetakan telapak kaki di masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda keaslian, mirip tanda tangan pada zaman sekarang.
Prasasti Kebon Kopi
Kemudian, tidak jauh dari Prasasti Ciaruteun, ada juga Prasasti Kebon Kopi yang ditemukan di perkebunan kopi di Kampung Muara Hilir, Bogor. Isi Prasasti Kebon Kopi ini adalah tulisan huruf palawa dengan menggunakan bahasa Sansekerta.
Kalimat yang tercetak pada Prasasti Kebon Kopi adalah: “Jayavisalasyya Tarumendrasya hastinah Airwaytabhasya vibatidam-padadyayam”. Arti dari kalimat tersebut adalah: “Di tempat ini, di sini kelihatannya terdapat gambar sepasang telapak kaki yang mirip dengan Airawata, gajah yang sangat kuat, penguasa di Taruma atau lebih dikenal Tarumanegara dan kejayaan kerajaan”. Airawata sendiri adalah gajah kendaraan dewa Indra, dewa cuaca dan raja kahyangan.
Prasasti Jambu
Prasasti ketiga adalah Prasasi Jambu, yang ditemukan di perkebunan Jambu di bukit Pasir Koleyangkak, Bogor. Isi prasasti ini adalah “Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman, Raja tarumanagara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya”.
Prasasti Cidanghiyang
Prasasti keempat adalah Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Lebak. Prasasti ini ditemukan di tepi sungai Cidanghiang di desa Lebak, kecamatan Munjul, kabupaten Pandeglang, Banten, pada tahun 1947. Prasasti ini berisi 2 baris kalimat yang berbentuk puisi yang ditulis dengan huruf Palawa dan bahasa Sansekerta. Isi prasasti ini mengagung-agungkan keberanian raja Purnawarman.
Prasasti Pasir Awi
Prasasti kelima adalah Prasasti Pasir Awi, yang ditemukan di Pasir Awi, Bogor. Namun, sayangnya prasasti ini belum bisa dibaca oleh para ahli. Jadi kita belum bisa tahu apa isi dari Prasasti Awi ini.
Prasasti Muara Cianten
Selain Prasasti Pasir Awi, ada juga Prasasti Muara Cianten yang belum bisa dibaca oleh para ahli. Prasasti keenam ini ditemukan di tepi sungai Cisadane.
Prasasti Tugu
Terakhir, ada Prasasti Tugu. Prasasti ini menjadi prasasti terpenting & terpanjang dari Raja Purnawarman yang waktu itu sudah bertahta selama 22 tahun. Dalam prasasti ini, disebutkan mengenai pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak. 6.112 tombak itu setara 11 km. Aliran air itu diberi nama Gomati yang dibandun dalam waktu 21 hari.
Masa Keruntuhan
Dari ketujuh prasasti tersebut, kita bisa menyimpulkan kalau waktu itu di Jawa Barat sudah ada kerajaan yang besar dan makmur, yaitu Kerajaan Tarumanegara. Namun, sayangnya kejayaan Kerajaan Tarumanegara mulai mengalami kemunduran ketika dipimpin oleh Raja Sudawarman.
Dalam catatan sejarah Kerajaan Tarumanegara, salah satu contoh kemunduran yang terjadi saat itu adalah pemberian wewenang pemerintahan sendiri atau otonomi kepada raja-raja bawahan yang diberikan oleh raja-raja sebelumnya. Karena tidak disertai hubungan dan pengawasan yang baik, para raja bawahan merasa tidak terlindungi dan tidak diawasi oleh Kerajaan Tarumanegara.
Selain itu, pada masa itu juga muncul kerajaan pesaing Tarumanagara yang sedang naik daun, yaitu Kerajaan Galuh, yang menimbulkan terjadinya pemberontakan. Hingga akhirnya saat raja Kerajaan Tarumanegara terakhir, yaitu Raja Linggawarman, tidak memiliki anak laki-laki, pamor Kerajaan Tarumanegara pun semakin merosot.
Kerajaan Tarumanegara akhirnya pecah menjadi 2 kerajaan, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kerajaan Sunda menjadi kelanjutan Kerajaan Tarumanagara yang dipegang oleh Raja Tarusbawa, menantu Raja Linggawarman. Sedangkan Kerajaan Galuh dikuasai oleh Raja Wretikandayun.
Nah, itulah ulasan materi Sejarah Wajib Kelas 12 tentang Sejarah Kerajaan Tarumanegara. Buat Pahamifren yang ingin mendapatkan akses pelajaran SMA lainnya, kamu bisa mengunduh aplikasi belajar online Pahamify.
Ada ratusan video pembelajaran menarik berkonsep gamifikasi yang membuat belajarmu semakin seru. Yuk, bergabung dengan ribuan Pahamifren di Pahamify sekarang!
Khusus buat kamu yang lagi ngambis buat masuk PTN impian. Kamu bisa berlangganan Paket Persiapan UTBK 2022 dari sekarang. Ada program bimbel intensif SBMPTN yang bikin persiapanmu makin matang dan terarah. Menariknya, kamu bisa mendapatkan Flash Sale dengan diskon sampai 88%, lho. Yuk, klik banner di bawah ini buat dapetin Flash Sale spesialnya sekarang!
Penulis: Salman Hakim Darwadi