Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan, pada tanggal 17 Agustus 1945, gak terasa negara kita yang tercinta ini sudah berulang tahun yang ke-75. Kemerdekaan Republik Indonesia dulu tidak terjadi begitu saja, loh, Pahamifren. Selain kemerdekaan tersebut diraih oleh para pejuang kita dengan penuh tumpah darah, ada banyak banget peristiwa yang terjadi menjelang kemerdekaan Indonesia, baik di Indonesia sendiri maupun di dunia, yang turut memengaruhi kemerdekaan Indonesia. Kira-kira apa saja, ya, peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang kemerdekaan Indonesia tersebut? Kita bahas satu-persatu, yuk, Pahamifren!
Awal Kekalahan Jepang
Peristiwa pertama yang memiliki dampak besar pada kemerdekaan bangsa Indonesia adalah Perang Dunia Kedua. Sekalipun Indonesia tidak terlibat dalam Perang Dunia Kedua, tapi Jepang yang saat itu menjajah Indonesia, memiliki peranan yang sangat penting dalam perang tersebut, khususnya di medan Asia Pasifik. Di medan tersebut, Jepang sangat agresif dalam melawan kekuatan Amerika Serikat.
Namun, lama-kelamaan keagresifan Jepang tersebut mulai berkurang karena Jepang perlahan tidak mampu melawan kecanggihan senjata Amerika Serikat. Hingga pada puncaknya, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, Hiroshima dan Nagasaki, dua kota penting di Jepang, dibom oleh Amerika Serikat. Akibatnya Jepang akhirnya mengalami kehancuran karena Hiroshima merupakan tempat berkumpulnya tentara Jepang sekaligus pusat pemberangkatan kapal-kapal perang Jepang.
Sebenernya waktu itu Amerika Serikat tidak memilih Nagasaki sebagai kota yang akan dijatuhi bom atom. Kota yang seharusnya dijatuhi bom atom pada waktu itu adalah kota Kokura, yang menjadi pusat persenjataan Jepang. Namun, pada saat kota Kokura mau dijatuhi bom atom, kota tersebut malah tertutup awan. Hal ini membuat pilot Amerika Serikat kesulitan melihat kota tersebut. Akhirnya kota Nagasaki menjadi pilihan terakhir untuk dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat, karena kota tersebut terletak tidak jauh dari kota Kokura.
Nah, karena Jepang semakin terpojok di Perang Dunia Kedua, Jepang akhirnya mengeluarkan janji kemerdekaan untuk Indonesia. Janji tersebut sengaja dikeluarkan oleh Jepang untuk meredam keinginan bangsa Indonesia untuk merdeka. Jepang tidak ingin Indonesia melakukan perlawanan karena Jepang sudah cukup pusing dengan kekalahannya di Perang Dunia Kedua.
Pembentukan BPUPKI
Tapi, janji kemerdekaan yang dikeluarkan Jepang pada saat itu, bukan janji mereka yang pertama, loh, Pahamifren. Soalnya pada bulan September 1944, Perdana Menteri Jepang, PM Koiso sudah pernah mengeluarkan janji kemerdekaan untuk Indonesia. PM Koiso mengeluarkan janji tersebut agar rakyat Indonesia tidak melakukan perlawanan kepada Jepang. PM Koisi kemudian membuktikan janjinya dengan memperbolehkan bangsa Indonesia mengibarkan bendera merah putih di kantor-kantor pemerintah. Namun, tentu saja dengan syarat, bendera merah putih tetap harus dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang.
Lebih jauh lagi, Jepang mewujudkan janji kemerdekaan bangsa Indonesia dengan membentuk suatu badan yang ditujukan untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 1 Maret 1945. Badan bentukan Jepang tersebut kemudian diberi nama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau yang dalam bahasa Jepangnya disebut sebagai Dokuritsu Junbi Cosakai. BPUPKI ini diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam persiapannya, BPUPKI melakukan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Sidang pertama ini menghasilkan rumusan dasar negara Indonesia atau Pancasila yang dikemukakan oleh Soekarno, Mohammad Yamin, dan Soepomo. Oleh karena itulah setiap tanggal 1 Juni kita memperingati hari lahirnya Pancasila.
Kemudian tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI menindaklanjuti sidang pertama mereka dengan membentuk Panitia Kecil dengan anggota sebanyak sembilan orang, yang disebut juga sebagai Panitia Sembilan. Tugas dari Panitia Sembilan ini adalah mematangkan konsep Pancasila yang sudah dirancang pada sidang pertama BPUPKI. Hasil kerja dari Panitia Sembilan ini kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
Sidang kedua BPUPKI dilakukan pada tanggal 10 sampai 14 Juli 1945. Sidang kedua ini menghasilkan rumusan Undang-Undang Dasar lengkap dengan pembukaannya (preambule). Setelah Jepang menganggap tugas BPUPKI selesai menjalankan tugasnya, Jepang pun membubarkan badan tersebut.
Pembentukan PPKI
Setelah Jepang membubarkan BPUPKI, Jepang kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau yang dalam bahasa Jepangnya disebut sebagai Dokuritsu Junbi Inkai pada tanggal 7 Agustus 1945. Panitia PPKI ini memiliki dua puluh satu orang dan diketuai oleh Soekarno. Tugas PPKI pada saat itu adalah melanjutkan tugas BPUPKI untuk menyiapkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah itu, Jepang kemudian memanggil Soekarno, Hatta, dan Radjiman untuk pergi ke Dalat di Saigon, Vietnam. Saigon ini merupakan pusat tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauchi mengucapkan selamat pada Sukarno dan Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI. Jenderal Terauchi juga menegaskan kalau Jepang akan memberikan kemerdekaan untuk Indonesia. Setelah bertemu dengan Jenderal Terauchi, Soekarno, Hatta, dan Radjiman pun kembali ke Indonesia.
Kekalahan Jepang
Namun, dibalik semua janji Jepang tersebut, ada sesuatu yang disembunyikan oleh Jepang. Jepang berusaha menyembunyikan fakta kalau mereka sudah resmi menyerah pada pihak Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Rakyat Indonesia tidak mengetahui informasi penting ini karena semua alat komunikasi di Indonesia dikuasai oleh Jepang. Makanya, informasi-informasi yang tersebar di rakyat Indonesia pada masa itu hanyalah informasi-informasi propaganda kekuatan Jepang saja. Untungnya beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia, khususnya dari golongan muda, berhasil mengetahui info mengenai kekalahan Jepang ini.
Para pemuda seperti Amir Syarifuddin dan Sutan Sjahrir berpendapat kalau kekalahan Jepang ini merupakan kesempatan besar Indonesia untuk mempercepat kemerdekaannya. Mereka berpikir kalau Jepang sudah menyerah pada Sekutu, itu artinya Indonesia sedang mengalami kekosongan kekuasaan atau vacum of power. Makanya menurut mereka, kemerdekaan Indonesia harus cepat-cepat diproklamasikan.
Sjahrir, sebagai perwakilan golongan muda, langsung menemui Soekarno dan Mohammad Hatta untuk mendesak mereka segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, ternyata Soekarno dan Hatta menolak karena mereka ingin mengecek kebenaran informasi kekalahan Jepang terlebih dahulu. Selain itu, mereka berpendapat kalau proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dibicarakan dulu dengan PPKI. Tentu saja golongan muda menolak pendapat Soekarno dan Hatta karena mereka ingin tetap memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan bangsa Indonesia sendiri, bukan melalui PPKI yang merupakan bentukan Jepang.
Peristiwa Rengasdengklok
Golongan muda tetap bersikeras memaksa Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia selambat-lambatnya tanggal 16 Agustus 1945. Golongan muda yang dipimpin oleh Wikana, Sukarni, dan Darwis pergi ke rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No. 56. Namun, ternyata Soekarno justru marah besar pada mereka. Sambil menunjukkan lehernya, Soekarno mengatakan, “Ini, goroklah leherku. Saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI, karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.”
Karena perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda ini, maka golongan muda sepakat untuk menculik Soekarno dan Hatta ke luar kota. Tujuan rencana penculikan ini adalah untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang dan mempercepat proklamasi kemerdekaan. Golongan muda pada saat itu memilih Rengasdengklok, Karawang, sebagai tempat penculikan tersebut. Mereka memilih Rengasdengklok karena tempat itu berada tidak jauh dari Jakarta dan keamanannya juga terjamin oleh tentara PETA. Soekarno pun setuju untuk ikut golongan muda, dengan syarat, Fatmawati, Guntur, dan Hatta juga ikut. Syarat dari Soekarno tersebut disetujui oleh golongan muda dan akhirnya rombongan tersebut berangkat pada tanggal 16 Agustus 1945, pukul 04.00 WIB.
“Ini, goroklah leherku. Saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI, karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”
Ahmad Soebardjo, dari golongan tua, yang waktu itu mencari keberadaan Soekarno dan Hatta pun berangkat ke Rengasdengklok untuk bertemu dan berunding dengan Soekarno dan Hatta. Akhirnya Soebardjo berjanji, dengan jaminan nyawanya, ke golongan muda kalau proklamasi kemerdekaan Indonesia akan diumumkan keesokan harinya, pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pada pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan tersebut, akhirnya Soekarno dan Hatta dilepaskan oleh golongan muda dan sore harinya rombongan tersebut kembali ke Jakarta untuk segera merumuskan naskah proklamasi.
Nah, itulah peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Pahamifren. Semoga kita bisa terus menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara kita tercinta. Karena kemerdekaan yang bisa kita nikmati saat ini sepenuhnya hasil dari perjuangan para pahlawan kita.
Supaya kamu bisa turut menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara kita tercinta, kamu mesti terus rajin belajar, ya, Pahamifren. #TeruskanSemangatBelajarmu di rumah aja bersama Pahamify dengan berlangganan paket belajar yang akan membuat aktivitas belajar kamu semakin asyik dan seru. Apalagi kita masih punya promo diskon berlangganan paket belajar Pahamify sebesar 80%. Ayo unduh aplikasi Pahamify sekarang juga!